PENDAHULUAN
Alkitab
adalah Firman Allah, pernyataan ini adalah prinsip dasar kaum Injili terhadap
Alkitab. Bahwa Alkitab adalah penyataan diri Allah secara tertulis kepada
manusia. Akan tetapi pada dekade belakangan ini ada banyak kalangan yang
meragukan atau bahkan menolak otentisitas Alkitab sebagai Firman Allah yang muncul
tidak hanya dalam kalangan liberal dan neo-ortodoks, tetapi juga di kalangan
Injili. Karena itu penting untuk menggariskan ulang pengakuan akan keabsahan
dan otentisitas Alkitab sebagai Firman Allah.
DEFINISI ISTILAH
Kata
Alkitab berasal dari bahasa Yunani biblion,
yang berarti “kitab” atau “gulungan”. Dalam bentuk jamak, biblia, digunakan oleh orang Kristen yang berbahasa Latin untuk
menunjuk pada semua kitab PL dan PB.[1] Di
dalam 2 Timotius 3:16 menekankan bahwa kitab atau tulisan-tulisan ini bukan
merupakan tulisan biasa, tetapi pada faktanya “dinafaskan oleh Allah”, dengan
demikian tulisan itu berotoritas dan tanpa salah dalam semua pengajarannya.
Kata Alkitab mengandung pengertian “satu kitab”, yakni kumpulan kitab yang
dalam bentuk final dan terinci menjadi milik agama Kristen yang memberi pedoman
dan pengarahan.[2]
ISU-ISU KONTEMPORER SEPUTAR ALKITAB
Hendrick
Hart, profesor ICS, yang dikutip Ronald Nash, menyatakan “Alkitab sama sekali
bukan Firman Allah, tetapi hanya merupakan contoh yang diilhami secara
otoritatif ... dari penyataan Firman”.[3] Berikut
beberapa pernyataan yang sering diajukan untuk mempertanyakan otoritas dan
otentisitas Alkitab sebagai Firman Allah.
1. Apakah
Alkitab penuh dengan mitos? Alkitab adalah kitab yang penuh dengan mitos
merupakan serangan umum yang dilontarkan para kritikus Alkitab. Alasannya,
banyaknya cerita tentang mujizat yang ditemukan dalam halaman-halaman Alkitab.
Bagi mereka, mujizat tidak mungkin terjadi. Alasan lainnya, keparalelan,
misalnya cerita Alkitab tentang banjir dengan cerita yang ditemukan dalam
mitologi Babel. Juga fakta bahwa ada kemiripan antara peristiwa-peristiwa pada
zaman Yesus dengan gambaran dewa-dewa yang didapatkan dalam mitologi Yunani.[4]
2. Apakah
Alkitab bertentangan dengan ilmu pengetahuan? Konflik antara gereja dan ilmu
pengetahuan memang telah terjadi sejak lama. Puncaknya adalah pada masa Galileo
yang dipersalahkan oleh gereja karena mengajarkan matahari adalah pusat sistem
tata surya (heliosentris). Demikian juga dalam perkembangan selanjutnya,
sepertinya Alkitab mengajarkan pandangan tentang realitas yang jelas
bertentangan dengan hasil penyelidikan ilmiah modern yang meyakinkan. Bahkan
beberapa orang berpendapat bahwa Alkitab mengajarkan pandangan yang primitif
dan tidak ilmiah mengenai alam semesta yang tidak lagi sesuai untuk manusia
modern.[5]
3. Apakah
Alkitab penuh dengan kontradiksi? Alkitab dikatakan penuh dengan
ketidaksesuaian yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya. Ada beberapa
bagian Alkitab yang saling bertentangan sehingga menimbulkan ketidak akuratan
dalam hal penulisannya. Misalnya tentang jumlah malaikat yang yang hadir di
kubur Yesus pada peristiwa kebangkitan.[6]
4. Apakah
Alkitab akurat secara historis? Salah satu isu yang hangat dibicarakan berkaitan
dengan penelitian Alkitab adalah penelitian sejarah Alkitab. Ada banyak sarjana
Alkitab dan arkeologi yang berupaya untuk menemukan ketidaksesuaian antara
catatan dan fakta sejarah yang terdapat dalam Alkitab yang dibuktikan dengan
penelitian sejarah yang akurat didukung oleh bukti-bukti arkeologis.[7]
5. Mengapa
beberapa bagian dari Alkitab ofensif? Penolakan terhadap Alkitab juga dikaitkan
dengan isinya yang dianggap ofensif, secara khusus penyataan Alkitab tentang
murka Allah. PL dikritik karena menggambarkan Allah yang tidak berbelas kasihan
dan bersikap diktator dalam penghakiman-Nya.[8]
6. Apakah
Alkitab mutlak benar? Bahwa Alkitab menyatakan diri sebagai Firman Allah
tidaklah cukup untuk membuktikan pengakuan tersebut. Werner Georg Kummel
menyatakan bahwa Alkitab merupakan salah satu buku yang ditulis oleh manusia,
sehingga buku itu sama seperti semua hasil pikiran manusia yang masih harus
dibuktikan kebenarannya.[9]
KLARIFIKASI MASALAH
Berdasarkan
pada beberapa isu kontemporer seputar Alkitab, maka dalam bagian ini akan
diuraikan tentang hakikat Alkitab sebagai Firman Allah.
1. Alkitab
berasal dari Allah. Argumentasi ini didasarkan atas 2 prinsip, yaitu: pertama,
klaim Alkitab. Ada banyak bukti yang menyatakan bahwa Alkitab secara keseluruhan
adalah kitab yang unik, yakni menyaksikan karakter dirinya yang unik. Sebanyak
tiga ribu delapan ratus kali Alkitab menyatakan “Allah berfriman” atau
“demikianlah Firman Allah” (Kel. 14:1; Im. 4:1; dst). Semua kesaksian itu
meneguhkan otoritas dan inspirasi verbal dari Kitab Suci. Kedua, kontinuitas
dari Alkitab. Alkitab berasal dari 40 penulis yang berbeda, dengan berbagai
profesi, lokasi, zaman dan situasi yang berbeda pula. Hal ini menunjukkan bahwa
banyak dari para penulis tidak mengenal penulis Kitab Suci lainnya dan mereka
tidak mengetahui tentang tulisan lainnya. Namun demikian, Alkitab secara
menakjubkan, merupakan satu kesatuan yang utuh. Tidak ada kontradiksi atau
ketidakkonsistenan di antara bagian-bagiannya. Roh Kudus adalah penyatu dari
keenam puluh kitab itu, yang menentukan keharmonisan dan kekonsistenannya.
Dalam kesatuannya, kitab-kitab ini mengajarkan Ketritunggalan Allah, Keilahian
Yesus Kristus, pribadi Roh Kudus, dll.[10]
2. Alkitab
adalah Firman Allah yang disingkapkan. Alkitab menyaksikan bahwa Firman
berperan sebagai penyingkapan diri Allah (God’s
self-disclosure). Melalui Firman, Allah menyingkapkan diri-Nya dengan
berbagai-bagai cara sampai dengan puncaknya, yaitu inkarnasi-Nya menjadi
manusia Yesus Kristus (Yoh. 1:14; bnd. Ibr. 1:1-2).[11]
3. Alkitab
adalah Firman Allah yang tertulis. Alkitab menyaksikan bahwa Firman, Yesus
Kristus, dan kebenaran adalah satu adanya (Yoh. 8:31-36). Pada saat orang
percaya berkomunikasi dengan Firman dan kebenaran Alkitab, mereka sebenarnya
berkomunikasi dengan Tuhan Yesus Kristus sendiri. Sebaliknya, orang percaya
yang sedang berkomunikasi dengan Tuhan Yesus (doa) sebenarnya ia sedang
berkomunikasi dengan ide-ide dan prinsip-prinsip kebenaran Firman yang tertulis
dalam Alkitab.[12]
4. Alkitab
adalah Firman Allah yang membebaskan. Tuhan Yesus menegaskan bahwa Anak Allah,
Firman dan kebenaran adalah satu adanya. Berbicara mengenai peran-Nya yang
membebaskan manusia dari dosa, Dia menyebutkan tentang Firman dan kebenaran
yang memerdekakan (lih. Yoh. 8:31-32). Meskipun demikian, pada saat yang sama
Dia juga mengingatkan bahwa Sang Anaklah yang sebenarnya memerdekakan kamu
(Yoh. 8:36).[13]
KESIMPULAN
Apapun yang Alkitab ajarkan,
pengajarannya dapat dipercaya. Apakah kredibilitasnya pasti absolut? Secara
mutlak, ya, karena Alkitab adalah Firman Allah sendiri dan karena itu patut
dijadikan sebagai standar kredibilitas tertinggi (bnd. 1 Kor. 2:4; 1 Tes. 1:5).
DAFTAR
PUSTAKA
Bruggen, Jakob van, Siapa yang Membuat Alkitab?, Jakarta: Momentum, 2002
Enns, Paul, The
Moody Handbook of Theology 1, Malang: Literatur SAAT, 2004
Linemann, Eta, Teologi Kontemporer: Ilmu atau Praduga?,
Batu: I-3, 1991
Nash, Ronald H., Firman Allah dan Akal Budi Manusia,
Jakarta: Momentum, 2008
Sproul, R.C., Mengapa Percaya?, Malang: Seminari
Alkitab Asia Tenggara, 1999
Susabda, Yakub B., Mengenal dan Bergaul Dengan Allah,
Yogyakarta: Yayasan Andi, 2010
DAFTAR
ISI
PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
DEFINISI ISTILAH.................................................................................................. 1
ISU-ISU KONTEMPORER
SEPUTAR ALKITAB............................................. 1
KLARIFIKASI
MASALAH.................................................................................... 3
KESIMPULAN.......................................................................................................... 4
SOLI DEO GLORIA
150.000 naskah, 50 naskah tidak bisa dibaca sama
sekali.
[1] Paul Enns, The Moody Handbook of Theology 1, (Malang: Literatur SAAT, 2004),
185.
[2] Jakob van Bruggen, Siapa yang Membuat Alkitab?, (Jakarta:
Momentum, 2002), 2.
[3] Ronald H. Nash, Firman Allah dan Akal Budi Manusia,
(Jakarta: Momentum, 2008), 160.
[4] R.C. Sproul, Mengapa Percaya?, (Malang: Seminari Alkitab
Asia Tenggara, 1999), 10
[5] Ibid., 13.
[6] Ibid., 14-15.
[7] Ibid., 16-17.
[8] R.C. Sproul, Mengapa Percaya..., 18.
[9] Eta Linemann, Teologi Kontemporer: Ilmu atau Praduga?,
(Batu: I-3, 1991), 93.
[10] Paul Enns, The Moody..., 186-188.
[11] Yakub B. Susabda, Mengenal dan Bergaul Dengan Allah,
(Yogyakarta: Yayasan Andi, 2010), 104.
[12] Ibid., 118.
[13] Ibid., 124-125.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar